Anak Muda RI Krisis Pekerjaan! Laporan Global Sebut Tingkat Pengangguran Tertinggi di Asia

Ilustrasi - Pengangguran muda RI jadi yang tertinggi di Asia
Sumber :
  • pixabay/Mohamed_hassan

VIVA, Banyumas – Di tengah perlambatan ekonomi global, pengangguran muda menjadi momok serius bagi banyak negara, termasuk Indonesia.

Data terbaru menunjukkan bahwa tingkat pengangguran muda di Tanah Air kini mencapai 17,3 persen, tertinggi di Asia.

Angka ini jauh di atas rata-rata pengangguran muda di Amerika Serikat yang hanya sekitar 10,5 persen, menandakan bahwa Indonesia menghadapi tantangan struktural dalam menciptakan lapangan kerja yang layak bagi generasi muda.

Kondisi ini semakin mengkhawatirkan mengingat Indonesia memiliki populasi muda yang besar, yang seharusnya menjadi kekuatan ekonomi utama di masa depan.

Namun, kenyataannya justru banyak dari mereka terjebak dalam ketidakpastian pekerjaan atau bahkan tidak bekerja sama sekali.

Dilansir dari VIVA.co.id menurut laporan Morgan Stanley, persoalan terbesar Indonesia bukan hanya soal tingginya angka pengangguran muda, tetapi juga fenomena underemployment, di mana banyak pekerja muda bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa jaminan sosial.

“Sebanyak 59 persen pekerjaan baru dalam dekade terakhir berada di sektor informal, dengan mayoritas upah di bawah standar minimum,” tulis laporan tersebut yang dikutip dari Business World, Kamis, 9 Oktober 2025.

Rendahnya investasi menjadi salah satu penyebab utama.

“Rasio investasi terhadap PDB Indonesia telah turun menjadi 29 persen, di bawah level pra-Covid sebesar 32 persen, karena ketidakpastian kebijakan menurunkan sentimen perusahaan dan menahan belanja modal,” jelas laporan Morgan Stanley.

Turunnya investasi ini berdampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja baru.

Dengan proyeksi populasi usia kerja yang akan bertambah 12,7 juta orang dalam satu dekade ke depan, pemerintah dihadapkan pada tantangan berat untuk menciptakan lapangan kerja produktif dan berkelanjutan.

Persaingan global juga memperburuk situasi. Laporan tersebut mencatat bahwa dominasi China dalam sektor manufaktur serta upaya India memperluas produksi membatasi kemampuan Indonesia untuk memanfaatkan potensi ekspor sebagai sumber pertumbuhan lapangan kerja.

“Dominasi China dalam manufaktur dan upaya India untuk memperluas produksi membatasi kemampuan Indonesia memanfaatkan ekspor untuk meningkatkan lapangan kerja,” tulis laporan itu.

Kondisi ini menandakan bahwa Indonesia perlu strategi baru untuk memperkuat daya saing ekonomi domestik, sekaligus menarik investasi jangka panjang yang mampu menyerap tenaga kerja muda.

Masalah pengangguran muda tidak hanya dialami Indonesia. China dan India, dua raksasa ekonomi Asia, juga menghadapi persoalan serupa.

Di China, tingkat pengangguran pemuda perkotaan berusia 16–24 tahun mencapai 16,5 persen pada Agustus 2025.

“Ketidakseimbangan antara lonjakan jumlah lulusan universitas dan melemahnya permintaan tenaga kerja mendorong pengangguran naik,” kata Morgan Stanley.

Lonjakan jumlah lulusan universitas sebesar 42 persen antara 2019–2024, sementara lapangan kerja turun 20 juta posisi, memperlihatkan adanya mismatch serius antara kebutuhan industri dan kompetensi lulusan.

Sementara di India, masalahnya lebih kompleks. Negara dengan usia median penduduk hanya 28,4 tahun itu menghadapi pengangguran dan underemployment sekaligus. Sektor pertanian masih mempekerjakan 253 juta orang, jumlah tertinggi dalam 17 tahun terakhir, padahal kontribusinya terhadap PDB hanya 18 persen.

Morgan Stanley memperingatkan bahwa India perlu pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,4 persen untuk menstabilkan pengangguran, dan hingga 12,2 persen untuk mengurangi underemployment secara signifikan.

Laporan tersebut menegaskan bahwa tanpa reformasi struktural yang nyata, negara-negara Asia berisiko menghadapi ketidakstabilan sosial akibat meningkatnya pengangguran muda.

“Pembuat kebijakan harus melakukan reformasi untuk mengubah model pertumbuhan atau mengadopsi kebijakan redistributif untuk mengelola risiko stabilitas,” tulis laporan Morgan Stanley.

Bagi Indonesia, situasi ini menjadi panggilan untuk berbenah. Peningkatan kualitas pendidikan vokasi, penciptaan lapangan kerja berbasis industri hijau dan digital, serta kepastian kebijakan investasi menjadi kunci untuk menghindari “ledakan pengangguran muda” yang bisa menekan pertumbuhan ekonomi nasional.