Warga Jakarta Gugat Gibran Rakabuming Rp125 Triliun, Diduga Sebut Tak Tamat SMA dan Tak Layak Jadi Wapres
- instagram @gibran_rakabuming
Subhan, warga Jakarta Barat, menggugat Wapres Gibran dan KPU Rp125 triliun. Ia menilai Gibran tidak tamat SMA sehingga tak sah menjadi wakil presiden periode 2024-2029
Viva, Banyumas - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, tengah menghadapi gugatan perdata bernilai fantastis. Seorang warga Jakarta Barat bernama Subhan resmi mendaftarkan gugatan senilai Rp125 triliun terhadap Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Alasan Subhan menggugat lantaran ia menilai Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres). Berdasarkan data di portal Info Pemilu KPU, Gibran tercatat menempuh pendidikan menengah atas di dua tempat berbeda.
Pertama, Orchid Park Secondary School di Singapura pada 2002–2004, lalu UTS Insearch Sydney, Australia pada 2004–2007.
Menurut Subhan, riwayat pendidikan itu membuktikan Gibran tidak pernah tercatat menamatkan pendidikan SMA sederajat di Indonesia.
Nilai gugatan yang fantastis, Rp125 triliun, disebut Subhan sebagai gabungan kerugian materiil dan immateriil. Ia menyebut kerugian immateriil warga negara Indonesia tidak dapat dihitung, sehingga dihinggakan dengan angka tersebut.
Gugatan tersebut tercatat di Jakpus dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025 PN Jakpus. Dalam perkara ini, Gibran berstatus sebagai tergugat I, sedangkan KPU sebagai tergugat II. Dalam petitum gugatan, Subhan meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia juga meminta pengadilan menyatakan Gibran tidak sah sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029. Selain itu, Subhan menuntut para tergugat membayar ganti rugi Rp125.000.010.000.000 secara tanggung renteng kepada dirinya dan seluruh warga negara Indonesia.
Uang tersebut, menurut gugatan, harus disetorkan ke kas negara. Tak hanya itu, ia juga meminta pengadilan menetapkan uang paksa atau dwangsom sebesar Rp100 juta per hari jika para tergugat terlambat menjalankan putusan.
Subhan bahkan meminta putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meski ada upaya banding atau kasasi. Sidang perdana perkara ini dijadwalkan digelar pada Senin, 8 September 2025, di PN Jakarta Pusat.
Kasus ini diprediksi akan menjadi perhatian luas publik karena menyangkut legitimasi seorang wakil presiden. Meski demikian, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak Gibran maupun KPU terkait gugatan tersebut. Pakar hukum menilai perkara ini berpotensi menimbulkan perdebatan panjang mengenai interpretasi syarat pendidikan dalam pemilu.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa transparansi data calon pejabat publik sangat penting agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. Publik kini menunggu kelanjutan sidang dan sikap resmi Gibran dalam menghadapi gugatan fantastis ini
Subhan, warga Jakarta Barat, menggugat Wapres Gibran dan KPU Rp125 triliun. Ia menilai Gibran tidak tamat SMA sehingga tak sah menjadi wakil presiden periode 2024-2029
Viva, Banyumas - Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, tengah menghadapi gugatan perdata bernilai fantastis. Seorang warga Jakarta Barat bernama Subhan resmi mendaftarkan gugatan senilai Rp125 triliun terhadap Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Alasan Subhan menggugat lantaran ia menilai Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres). Berdasarkan data di portal Info Pemilu KPU, Gibran tercatat menempuh pendidikan menengah atas di dua tempat berbeda.
Pertama, Orchid Park Secondary School di Singapura pada 2002–2004, lalu UTS Insearch Sydney, Australia pada 2004–2007.
Menurut Subhan, riwayat pendidikan itu membuktikan Gibran tidak pernah tercatat menamatkan pendidikan SMA sederajat di Indonesia.
Nilai gugatan yang fantastis, Rp125 triliun, disebut Subhan sebagai gabungan kerugian materiil dan immateriil. Ia menyebut kerugian immateriil warga negara Indonesia tidak dapat dihitung, sehingga dihinggakan dengan angka tersebut.
Gugatan tersebut tercatat di Jakpus dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025 PN Jakpus. Dalam perkara ini, Gibran berstatus sebagai tergugat I, sedangkan KPU sebagai tergugat II. Dalam petitum gugatan, Subhan meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia juga meminta pengadilan menyatakan Gibran tidak sah sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029. Selain itu, Subhan menuntut para tergugat membayar ganti rugi Rp125.000.010.000.000 secara tanggung renteng kepada dirinya dan seluruh warga negara Indonesia.
Uang tersebut, menurut gugatan, harus disetorkan ke kas negara. Tak hanya itu, ia juga meminta pengadilan menetapkan uang paksa atau dwangsom sebesar Rp100 juta per hari jika para tergugat terlambat menjalankan putusan.
Subhan bahkan meminta putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meski ada upaya banding atau kasasi. Sidang perdana perkara ini dijadwalkan digelar pada Senin, 8 September 2025, di PN Jakarta Pusat.
Kasus ini diprediksi akan menjadi perhatian luas publik karena menyangkut legitimasi seorang wakil presiden. Meski demikian, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak Gibran maupun KPU terkait gugatan tersebut. Pakar hukum menilai perkara ini berpotensi menimbulkan perdebatan panjang mengenai interpretasi syarat pendidikan dalam pemilu.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa transparansi data calon pejabat publik sangat penting agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari. Publik kini menunggu kelanjutan sidang dan sikap resmi Gibran dalam menghadapi gugatan fantastis ini