Freeport Jadi Sorotan, Senator Papua Filep Wamafma Puji Sikap Musisi Tolak Sponsorship di Pestapora 2025
- instagram @filepwamafma
Filep Wamafma puji sikap musisi yang mundur dari Pestapora 2025 usai isu sponsorship Freeport mencuat. Keputusan ini dinilai simbol solidaritas untuk perjuangan rakyat Papua
Viva,Banyumas - Polemik festival musik Pestapora 2025 terus menjadi sorotan setelah kabar sponsorship dari PT Freeport Indonesia mencuat ke publik.
Kontroversi tersebut membuat 29 band memutuskan mundur dari panggung, sebuah sikap yang menuai apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma. Sebagai Ketua Komite III DPD RI yang membidangi seni, budaya, dan pendidikan, Filep menegaskan bahwa keputusan para musisi untuk menarik diri merupakan simbol solidaritas terhadap penderitaan masyarakat Papua.
Ia menyebut langkah ini sebagai bentuk kritik sosial yang nyata dan sangat berarti bagi perjuangan orang asli Papua (OAP).
“Ini adalah kesadaran luar biasa sekaligus bentuk kritik sosial yang sensitif terhadap penderitaan suku Papua akibat operasional Freeport. Puluhan tahun Freeport beroperasi sejak 1967, masyarakat adat Papua seperti suku Amungme dan Kamoro masih hidup miskin meski tanahnya dikeruk habis,” ungkap Filep, Minggu (7/9/2025) yang dilansir dari tvonenews.
Ia menyoroti bahwa meskipun Freeport mengklaim telah menggelontorkan dana sebesar Rp33,9 triliun sejak 1992 hingga 2023 untuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, kondisi masyarakat Papua tetap memprihatinkan.
Akses pendidikan dan kesehatan masih minim, sementara kerusakan lingkungan akibat eksplorasi sumber daya alam kian parah.
Filep juga mengapresiasi langkah musisi seperti Efek Rumah Kaca (ERK), Sukatani, The Jeblogs, Kelelawar Malam, Rebellion Rose, dan band lain yang batal tampil. Bahkan, ada musisi yang tetap tampil namun mendonasikan hasil honor mereka untuk WALHI dan perjuangan rakyat Papua.
Menurut Filep, hal ini menunjukkan bahwa musik bukan sekadar hiburan, melainkan medium perjuangan dan solidaritas. Lebih jauh, ia menilai bahwa keputusan Pestapora memutus kontrak dengan Freeport merupakan langkah bijak.
“Saya apresiasi penyelenggara yang responsif. Ini simbol penting keberpihakan kepada perjuangan rakyat Papua,” jelasnya.
Kontroversi sponsorship ini juga menjadi momentum penting untuk mengevaluasi perusahaan besar yang mengelola sumber daya alam Papua. Filep menegaskan, pemerintah perlu meninjau ulang kontrak jangka panjang Freeport hingga 2061 agar benar-benar berpihak pada masyarakat Papua.
Kasus Pestapora 2025 menjadi bukti nyata bahwa seni dan musik memiliki kekuatan untuk menyuarakan keadilan sosial. Solidaritas para musisi Indonesia diharapkan bisa membuka mata banyak pihak bahwa perjuangan masyarakat Papua masih jauh dari selesai
Filep Wamafma puji sikap musisi yang mundur dari Pestapora 2025 usai isu sponsorship Freeport mencuat. Keputusan ini dinilai simbol solidaritas untuk perjuangan rakyat Papua
Viva,Banyumas - Polemik festival musik Pestapora 2025 terus menjadi sorotan setelah kabar sponsorship dari PT Freeport Indonesia mencuat ke publik.
Kontroversi tersebut membuat 29 band memutuskan mundur dari panggung, sebuah sikap yang menuai apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma. Sebagai Ketua Komite III DPD RI yang membidangi seni, budaya, dan pendidikan, Filep menegaskan bahwa keputusan para musisi untuk menarik diri merupakan simbol solidaritas terhadap penderitaan masyarakat Papua.
Ia menyebut langkah ini sebagai bentuk kritik sosial yang nyata dan sangat berarti bagi perjuangan orang asli Papua (OAP).
“Ini adalah kesadaran luar biasa sekaligus bentuk kritik sosial yang sensitif terhadap penderitaan suku Papua akibat operasional Freeport. Puluhan tahun Freeport beroperasi sejak 1967, masyarakat adat Papua seperti suku Amungme dan Kamoro masih hidup miskin meski tanahnya dikeruk habis,” ungkap Filep, Minggu (7/9/2025) yang dilansir dari tvonenews.
Ia menyoroti bahwa meskipun Freeport mengklaim telah menggelontorkan dana sebesar Rp33,9 triliun sejak 1992 hingga 2023 untuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, kondisi masyarakat Papua tetap memprihatinkan.
Akses pendidikan dan kesehatan masih minim, sementara kerusakan lingkungan akibat eksplorasi sumber daya alam kian parah.
Filep juga mengapresiasi langkah musisi seperti Efek Rumah Kaca (ERK), Sukatani, The Jeblogs, Kelelawar Malam, Rebellion Rose, dan band lain yang batal tampil. Bahkan, ada musisi yang tetap tampil namun mendonasikan hasil honor mereka untuk WALHI dan perjuangan rakyat Papua.
Menurut Filep, hal ini menunjukkan bahwa musik bukan sekadar hiburan, melainkan medium perjuangan dan solidaritas. Lebih jauh, ia menilai bahwa keputusan Pestapora memutus kontrak dengan Freeport merupakan langkah bijak.
“Saya apresiasi penyelenggara yang responsif. Ini simbol penting keberpihakan kepada perjuangan rakyat Papua,” jelasnya.
Kontroversi sponsorship ini juga menjadi momentum penting untuk mengevaluasi perusahaan besar yang mengelola sumber daya alam Papua. Filep menegaskan, pemerintah perlu meninjau ulang kontrak jangka panjang Freeport hingga 2061 agar benar-benar berpihak pada masyarakat Papua.
Kasus Pestapora 2025 menjadi bukti nyata bahwa seni dan musik memiliki kekuatan untuk menyuarakan keadilan sosial. Solidaritas para musisi Indonesia diharapkan bisa membuka mata banyak pihak bahwa perjuangan masyarakat Papua masih jauh dari selesai