Rocky Gerung Meledakkan Isu Fufufafa dan Ijazah Palsu di Depan Pejabat Polri
- instagram @rocky_gerung_official
Rocky Gerung kritik Polri soal Fufufafa dan ijazah palsu di STIK-PTIK Jakarta. Isu ini soroti kemarahan publik dan perlunya reformasi serta transparansi Polri
Viva, Banyumas - Dialog publik bertajuk “Hak Asasi vs Ketertiban Umum di Demonstrasi: Di Mana Batasnya?” yang digelar di STIK-PTIK Jakarta Selatan pada Senin, 29 September 2025, berubah menjadi panggung kritik tajam dari Rocky Gerung. Akademisi ini secara blak-blakan menyoroti dua isu yang masih membara di masyarakat: Fufufafa dan ijazah palsu, di hadapan pejabat tinggi Polri termasuk Direktur Intelijen Polri, Irjen Pol Ahmad Kemal.
Rocky menekankan bahwa isu-isu tak terselesaikan ini menjadi latar belakang kemarahan publik meski demo Agustus 2025 telah mereda. Ia mengeluhkan bagaimana kritiknya sendiri dicurigai sebagai “upah” dari Polri, mencerminkan ketidakpercayaan yang meluas di kalangan aktivis, dosen, dan jurnalis.
Dialog ini menghadirkan sekitar 200 peserta, termasuk perwakilan Muhammadiyah dan LBH Jakarta, dan menunjukkan ketegangan antara hak berekspresi dan ketertiban umum.
Isu Fufufafa merujuk pada dugaan akun media sosial yang memprovokasi kerusuhan demo Agustus 2025.
Meskipun penegak hukum menangkap beberapa provokator, dugaan keterlibatan elite tetap menimbulkan keraguan publik. Rocky menyebutnya sebagai “unspeakable” karena menyentuh elite politik, sekaligus menjadi simbol kegagalan Polri dalam membangun kepercayaan masyarakat.
Sementara itu, isu ijazah palsu terkait mantan Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan, meski penyelidikan Bareskrim telah menghentikan kasus setelah uji forensik membuktikan keaslian dokumen.
Rocky menyoroti lambatnya proses ini, yang bagi masyarakat sipil menciptakan kesan bahwa Polri lebih melindungi elite dibanding rakyat biasa. Kedua isu ini menurutnya menjadi “bensin” bagi kemarahan publik dan memperlihatkan reformasi Polri yang setengah hati. Rocky menekankan perlunya research mendalam dan transparansi agar isu seperti Fufufafa tidak menjadi masalah berulang.
Ia juga menyoroti pentingnya Polri menindaklanjuti kritik dengan aksi nyata, bukan hanya pernyataan, agar kepercayaan publik dapat pulih. Dialog ini menimbulkan reaksi luas di media sosial, dengan netizen memuji keberanian Rocky, sementara sebagian mengkritik gaya provokatifnya.
Acara ini menjadi pengingat bahwa reformasi Polri masih menghadapi tantangan serius. Isu-isu sensitif yang tidak terselesaikan bisa memicu ketidakpuasan yang terus membara.
Bagi Rocky, hak asasi dan ketertiban umum hanya bisa tercapai melalui transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang adil bagi semua, tanpa diskriminasi