Bupati Banyumas Ungkap Gebyar Pendidikan Nonformal Jadi Kunci Kurangi Anak Tak Sekolah

Bola Voli di kegiatan Gebyar Pendidikan Non-Formal Tahun 2025
Sumber :
  • Antaranews

VIVA, Banyumas – Dalam upaya nyata menurunkan angka anak tidak sekolah (ATS), Pemerintah Kabupaten Banyumas menyelenggarakan Gebyar Pendidikan Nonformal 2025.

Pemkab Banyumas Ikuti Rapat Virtual dengan Mendagri, Ada Penurunan Inflasi Dipengaruhi Sektor Pangan

Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang kreativitas dan kompetisi, tetapi juga bentuk komitmen daerah dalam memperkuat pendidikan nonformal sebagai solusi inklusif bagi warga yang terpinggirkan secara pendidikan.

Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, menyatakan bahwa Gebyar Pendidikan Nonformal merupakan wujud konkrit dari komitmen pemerintah daerah untuk memperbaiki kualitas pendidikan nonformal sekaligus mendukung Gerakan Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Banyumas, Jawa Tengah.

Intip Harta Kekayaan Sadewo Tri Lastiono, Bupati Banyumas dengan Aset Miliaran tapi Hutang Menggunung

Sambutan tersebut dibacakan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas, Agus Nur Hadie, saat pembukaan acara di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Rabu.

Menurut Bupati, pendidikan nonformal berperan penting dalam memberikan kesempatan belajar siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.

Wamen PKP ke Banyumas, Janji Tak Main Proyek Pusat: Rumah Warga Dibedah, Ekonomi Desa Bergerak!

Dia mengungkapkan bahwa jumlah ATS di Banyumas telah menurun drastis: dari sekitar 27.000 anak menjadi 13.000-an anak—suatu capaian yang dicapai melalui inovasi dan kerja kolaboratif.

Gebyar Pendidikan Nonformal tak hanya sebagai sarana sosialisasi. Kegiatan ini menjadi wadah bagi peserta didik dan tenaga pendidik di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk berkreasi dan berkompetisi melalui lomba voli, tari kreasi, video profil, serta expo hasil karya pendidikan nonformal. Bupati menegaskan, “pendidikan nonformal di Banyumas dinamis dan inspiratif.”

Setelah acara, Sekda Banyumas Agus Nur Hadie menambahkan bahwa keberadaan PKBM menjadi strategi efektif menekan ATS.

Fasilitas pendidikan nonformal fleksibel—ada yang malam, sore—memungkinkan siswa yang sudah bekerja tetap melanjutkan pendidikan.

Dia memuji semangat peserta yang tidak hanya mengejar ijazah kesetaraan, tetapi juga berlomba dalam prestasi untuk menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri.

Kepala Dinas Pendidikan Banyumas, Joko Wiyono, menyebut ada tiga alasan utama penyelenggaraan Gebyar: pertama, memperkenalkan bahwa negara hadir menyediakan layanan pendidikan dan keterampilan; kedua, menegaskan dukungan Pemkab untuk pendidikan nonformal sebagai bagian dari Education for All; dan ketiga, menghapus stigma masyarakat bahwa memilih jalur nonformal adalah sesuatu yang “rendah.”

Upaya tersebut membuahkan hasil: ATS berhasil ditekan dari sekitar 27.000 anak menjadi 13.250 anak, dan sebagian besar masuk ke program PKBM karena banyak di antaranya bekerja, berkeluarga, atau menghadapi kendala ekonomi.

Joko menekankan bahwa ijazah Paket C yang diterbitkan PKBM setara dengan ijazah SMA—dapat digunakan untuk melanjutkan kuliah, mendaftar pekerjaan, atau memasuki TNI/Polri, dengan perbedaan hanya pada nama penyebutannya.

Kepala BBPMP Provinsi Jawa Tengah, Nugraheni Triastuti, mengapresiasi inisiatif Pemkab Banyumas melalui Dinas Pendidikan.

Menurutnya, pendidikan nonformal tidak sekadar menangani ATS, tetapi juga memberi ruang agar anak-anak dengan kondisi berbeda dapat mengoptimalkan potensi dirinya.

Di expo, tampak produk kopi dan makanan ringan hasil karya peserta—menjadi bukti bahwa proses belajar berjalan secara produktif. “Belajar tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga melalui aktivitas yang menghasilkan sesuatu,” katanya.

Nugraheni berharap bahwa acara seperti itu mampu mengubah persepsi masyarakat bahwa pendidikan kesetaraan setara dengan pendidikan formal dalam kompetensi yang dihasilkan.

Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan masyarakat memilih jalur pendidikan nonformal.