3,6 Juta Anak Muda Indonesia Menganggur: Kenapa Lulusan SMA Paling Sulit Diterima Kerja?

Ilustrasi Anak Muda Indonesia Sulit Cari Kerja
Sumber :
  • pexel @pixabay

Viva, Banyumas - Tingkat pengangguran terbuka (TPT) usia muda di Indonesia masih mengkhawatirkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025, tercatat 3,6 juta anak muda (usia 15–24 tahun) masih menganggur. Angka ini setara dengan 16,16 persen dari total kelompok usia tersebut, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 4,76 persen.

Mimpi Besar Ahmad Luthfi: Lahirkan Lulusan Jateng yang Siap Masuk Kampus Dunia Lewat Sekolah Garuda

Fakta mencengangkan lainnya, hampir setengah dari total pengangguran nasional (48,77 persen) adalah anak muda. Dari kelompok ini, lulusan SMA/sederajat mendominasi dengan persentase 60,93 persen. Sementara hanya 8,78 persen penganggur muda yang memiliki gelar sarjana atau diploma.

Fenomena ini mengindikasikan dua hal. Pertama, pasar kerja Indonesia masih belum mampu menyerap lulusan SMA secara optimal. Kedua, ada ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan SMA dengan kebutuhan industri saat ini.

Pabrik Disegel PN Semarang, 300 Karyawan PTP Kabana Pekalongan Hampir 2 Bulan Menganggur

Anak muda yang hanya bermodal ijazah SMA seringkali dianggap tidak cukup kompeten dalam hal teknis dan soft skill oleh perusahaan. Data BPS Agustus 2024 juga mencatat ada 3,93 juta pengangguran muda, yang terdiri dari 2,8 juta orang yang belum pernah bekerja sama sekali dan 1,1 juta yang sebelumnya pernah bekerja, namun tidak bertahan lama.

Kondisi ini memperkuat bukti bahwa lulusan SMA mengalami kesulitan dalam bertahan di dunia kerja, bahkan setelah berhasil masuk. Persaingan kerja yang semakin ketat dan terbatasnya lapangan kerja menjadi tantangan utama.

Resmi Diluncurkan! Program Beasiswa Sarjana Temanggung Buka Jalan Anak Muda ke Kampus Bergengsi

Di saat yang sama, dunia industri lebih banyak mencari tenaga kerja terampil atau mereka yang memiliki pengalaman kerja serta kompetensi digital. Minimnya pelatihan vokasi dan rendahnya partisipasi lulusan SMA dalam program peningkatan keterampilan juga menjadi penghambat.

Padahal, sektor-sektor seperti manufaktur, logistik, dan digital marketing sangat membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu yang tidak diajarkan di sekolah menengah.

Halaman Selanjutnya
img_title