Golkar Tegas: Anggota DPR Nonaktif Tak Akan Terima Gaji dan Tunjangan, Termasuk Adies Kadir
- instagram @m.sarmuji
Golkar menegaskan anggota DPR yang nonaktif tidak akan menerima gaji dan tunjangan. Status nonaktif dianggap menghilangkan hak finansial sebagai wakil rakyat
Viva,Banyumas - Fraksi Partai Golkar menegaskan sikap tegasnya terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berstatus nonaktif. Menurut Ketua Fraksi Golkar DPR, Muhammad Sarmuji, konsekuensi logis dari penonaktifan anggota DPR adalah hilangnya seluruh hak keuangan, termasuk gaji pokok maupun berbagai bentuk tunjangan.
Sarmuji menyatakan bahwa pemberian gaji dan tunjangan merupakan hak yang melekat hanya pada anggota dewan aktif. Sementara itu, ketika seseorang sudah ditetapkan sebagai anggota DPR nonaktif, maka secara otomatis ia tidak lagi menjalankan fungsi representasi rakyat.
Karena itu, tidak logis jika tetap menerima hak-hak finansial yang bersumber dari negara. “Anggota DPR yang dinyatakan nonaktif semestinya berkonsekuensi logis, tidak menerima gaji dan termasuk segala bentuk tunjangan,” ujar Sarmuji melalui keterangan tertulis pada Rabu, 3 September 2025 dikutip dari Viva.
Ia menambahkan, jika belum ada aturan khusus yang mengatur mekanisme tersebut, maka Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa membuat keputusan resmi sebagai rujukan. Hal ini akan memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi Sekretariat Jenderal DPR dalam menghentikan pemberian gaji dan tunjangan kepada anggota nonaktif.
Status nonaktif, lanjut Sarmuji, berarti anggota DPR sudah tidak lagi menjalankan tugas pokok maupun fungsi kedewanan. Jika tidak bekerja sebagai wakil rakyat, maka wajar jika hak finansialnya juga dihentikan.
“Kalau sudah nonaktif, artinya terhalang atau tidak melakukan fungsi kedewanan. Kalau tidak menjalankan tugas, ya haknya juga hilang,” tegasnya. Pernyataan ini muncul setelah Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir, Wakil Ketua DPR periode 2024–2029, terhitung mulai Senin, 1 September 2025.
Adies merupakan salah satu dari lima anggota parlemen yang dinonaktifkan oleh partainya. Keputusan ini diumumkan langsung oleh Sarmuji, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar. Sebelum dinonaktifkan, Adies sempat menjadi sorotan publik usai komentarnya mengenai tunjangan perumahan DPR yang menuai kritik.
Perhitungannya dianggap membingungkan dan tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat. Menurut Sarmuji, langkah penonaktifan ini sejalan dengan upaya Partai Golkar dalam memperkuat disiplin dan menjaga etika kader yang menduduki jabatan publik.
Ia menegaskan bahwa aspirasi rakyat tetap menjadi pijakan utama perjuangan politik Golkar. Kebijakan untuk menghentikan gaji dan tunjangan anggota DPR nonaktif juga menjadi bentuk komitmen transparansi.
Dengan demikian, publik dapat melihat bahwa posisi sebagai wakil rakyat bukan hanya tentang jabatan, melainkan juga tanggung jawab. Dengan adanya sikap tegas ini, Golkar berharap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif semakin meningkat
Golkar menegaskan anggota DPR yang nonaktif tidak akan menerima gaji dan tunjangan. Status nonaktif dianggap menghilangkan hak finansial sebagai wakil rakyat
Viva,Banyumas - Fraksi Partai Golkar menegaskan sikap tegasnya terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berstatus nonaktif. Menurut Ketua Fraksi Golkar DPR, Muhammad Sarmuji, konsekuensi logis dari penonaktifan anggota DPR adalah hilangnya seluruh hak keuangan, termasuk gaji pokok maupun berbagai bentuk tunjangan.
Sarmuji menyatakan bahwa pemberian gaji dan tunjangan merupakan hak yang melekat hanya pada anggota dewan aktif. Sementara itu, ketika seseorang sudah ditetapkan sebagai anggota DPR nonaktif, maka secara otomatis ia tidak lagi menjalankan fungsi representasi rakyat.
Karena itu, tidak logis jika tetap menerima hak-hak finansial yang bersumber dari negara. “Anggota DPR yang dinyatakan nonaktif semestinya berkonsekuensi logis, tidak menerima gaji dan termasuk segala bentuk tunjangan,” ujar Sarmuji melalui keterangan tertulis pada Rabu, 3 September 2025 dikutip dari Viva.
Ia menambahkan, jika belum ada aturan khusus yang mengatur mekanisme tersebut, maka Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa membuat keputusan resmi sebagai rujukan. Hal ini akan memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi Sekretariat Jenderal DPR dalam menghentikan pemberian gaji dan tunjangan kepada anggota nonaktif.
Status nonaktif, lanjut Sarmuji, berarti anggota DPR sudah tidak lagi menjalankan tugas pokok maupun fungsi kedewanan. Jika tidak bekerja sebagai wakil rakyat, maka wajar jika hak finansialnya juga dihentikan.
“Kalau sudah nonaktif, artinya terhalang atau tidak melakukan fungsi kedewanan. Kalau tidak menjalankan tugas, ya haknya juga hilang,” tegasnya. Pernyataan ini muncul setelah Partai Golkar menonaktifkan Adies Kadir, Wakil Ketua DPR periode 2024–2029, terhitung mulai Senin, 1 September 2025.
Adies merupakan salah satu dari lima anggota parlemen yang dinonaktifkan oleh partainya. Keputusan ini diumumkan langsung oleh Sarmuji, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar. Sebelum dinonaktifkan, Adies sempat menjadi sorotan publik usai komentarnya mengenai tunjangan perumahan DPR yang menuai kritik.
Perhitungannya dianggap membingungkan dan tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat. Menurut Sarmuji, langkah penonaktifan ini sejalan dengan upaya Partai Golkar dalam memperkuat disiplin dan menjaga etika kader yang menduduki jabatan publik.
Ia menegaskan bahwa aspirasi rakyat tetap menjadi pijakan utama perjuangan politik Golkar. Kebijakan untuk menghentikan gaji dan tunjangan anggota DPR nonaktif juga menjadi bentuk komitmen transparansi.
Dengan demikian, publik dapat melihat bahwa posisi sebagai wakil rakyat bukan hanya tentang jabatan, melainkan juga tanggung jawab. Dengan adanya sikap tegas ini, Golkar berharap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif semakin meningkat