Viral Tunjangan DPRD Jabar Rp62 Juta per Bulan, Anggota Ngaku Masih Berutang dan Tidak Cukup Beli Rumah

Gedung DPRD Jawa Barat jadi sorotan publik
Sumber :
  • instagram @humas.dprdjawabarat

Tunjangan rumah DPRD Jabar hingga Rp62 juta per bulan jadi sorotan. Meski fantastis, anggota dewan mengaku tetap berutang karena biaya hidup di Bandung tinggi

Viva, Banyumas - Besaran tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Jawa Barat kembali menjadi perbincangan hangat publik. Angka yang dinilai fantastis ini tercatat mencapai Rp62 juta per bulan untuk anggota, Rp65 juta untuk wakil ketua, dan Rp71 juta untuk ketua DPRD Jabar.

Nominal tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 54 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Ridwan Kamil. Namun, di balik sorotan publik yang menganggap angka tersebut berlebihan, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, MQ Iswara, mengungkapkan fakta berbeda.

Menurutnya, tunjangan perumahan yang diterima anggota dewan belum tentu mencukupi kebutuhan tempat tinggal di Bandung. Bahkan, sebagian besar anggota DPRD Jabar harus berutang untuk menutupi biaya kontrakan atau apartemen yang ditempati.

“Jujur, yang kami terima juga tidak serta-merta cukup untuk membeli rumah,” ujar Iswara dalam konferensi pers di Gedung DPRD Jabar, Selasa (9/9/2025).

Ia menambahkan, banyak anggota DPRD lebih memilih menyewa apartemen sederhana atau kontrakan. Bahkan hampir seluruh anggota dewan memiliki pinjaman di Bank Jabar Banten (BJB) dengan cicilan mencapai Rp44 juta per bulan.

Tak hanya soal tunjangan rumah, Iswara juga menjelaskan secara rinci tentang penghasilan anggota DPRD Jawa Barat. Total penghasilan seorang anggota DPRD sebenarnya mencapai Rp92,6 juta per bulan. Namun, nominal tersebut tidak diterima penuh karena ada berbagai potongan.

“Yang saya bawa pulang hanya Rp15 juta per bulan. Mau saya tunjukkan rinciannya?” ujarnya. Potongan tersebut mencakup cicilan pinjaman di BJB sekitar Rp45,9 juta, iuran untuk fraksi dan partai sebesar Rp8–10 juta, arisan Rp3,5 juta, serta potongan asuransi dan kewajiban lainnya.

Selain itu, anggota DPRD Jawa Barat juga tidak mendapatkan honorarium rapat. Menurut Iswara, meskipun rapat bisa berlangsung hingga 10 kali sehari atau 30 kali dalam seminggu, tidak ada tambahan insentif yang diterima.

Pernyataan ini memunculkan diskusi baru di masyarakat. Sebagian menilai alasan tersebut masuk akal mengingat biaya hidup di kota besar seperti Bandung memang tinggi. Namun, sebagian lainnya menganggap bahwa jumlah tunjangan yang mencapai puluhan juta rupiah tetap terlalu besar jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit.

Kasus tunjangan DPRD Jabar ini memperlihatkan pentingnya transparansi dan komunikasi publik. Penjelasan mengenai rincian pendapatan, potongan, serta beban pengeluaran anggota dewan diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih objektif.

Namun demikian, masyarakat tetap menuntut agar kebijakan anggaran, khususnya terkait tunjangan pejabat, dilakukan secara proporsional dan berpihak pada kepentingan rakyat

Tunjangan rumah DPRD Jabar hingga Rp62 juta per bulan jadi sorotan. Meski fantastis, anggota dewan mengaku tetap berutang karena biaya hidup di Bandung tinggi

Viva, Banyumas - Besaran tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Jawa Barat kembali menjadi perbincangan hangat publik. Angka yang dinilai fantastis ini tercatat mencapai Rp62 juta per bulan untuk anggota, Rp65 juta untuk wakil ketua, dan Rp71 juta untuk ketua DPRD Jabar.

Nominal tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 54 Tahun 2021 yang ditandatangani oleh Ridwan Kamil. Namun, di balik sorotan publik yang menganggap angka tersebut berlebihan, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, MQ Iswara, mengungkapkan fakta berbeda.

Menurutnya, tunjangan perumahan yang diterima anggota dewan belum tentu mencukupi kebutuhan tempat tinggal di Bandung. Bahkan, sebagian besar anggota DPRD Jabar harus berutang untuk menutupi biaya kontrakan atau apartemen yang ditempati.

“Jujur, yang kami terima juga tidak serta-merta cukup untuk membeli rumah,” ujar Iswara dalam konferensi pers di Gedung DPRD Jabar, Selasa (9/9/2025).

Ia menambahkan, banyak anggota DPRD lebih memilih menyewa apartemen sederhana atau kontrakan. Bahkan hampir seluruh anggota dewan memiliki pinjaman di Bank Jabar Banten (BJB) dengan cicilan mencapai Rp44 juta per bulan.

Tak hanya soal tunjangan rumah, Iswara juga menjelaskan secara rinci tentang penghasilan anggota DPRD Jawa Barat. Total penghasilan seorang anggota DPRD sebenarnya mencapai Rp92,6 juta per bulan. Namun, nominal tersebut tidak diterima penuh karena ada berbagai potongan.

“Yang saya bawa pulang hanya Rp15 juta per bulan. Mau saya tunjukkan rinciannya?” ujarnya. Potongan tersebut mencakup cicilan pinjaman di BJB sekitar Rp45,9 juta, iuran untuk fraksi dan partai sebesar Rp8–10 juta, arisan Rp3,5 juta, serta potongan asuransi dan kewajiban lainnya.

Selain itu, anggota DPRD Jawa Barat juga tidak mendapatkan honorarium rapat. Menurut Iswara, meskipun rapat bisa berlangsung hingga 10 kali sehari atau 30 kali dalam seminggu, tidak ada tambahan insentif yang diterima.

Pernyataan ini memunculkan diskusi baru di masyarakat. Sebagian menilai alasan tersebut masuk akal mengingat biaya hidup di kota besar seperti Bandung memang tinggi. Namun, sebagian lainnya menganggap bahwa jumlah tunjangan yang mencapai puluhan juta rupiah tetap terlalu besar jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit.

Kasus tunjangan DPRD Jabar ini memperlihatkan pentingnya transparansi dan komunikasi publik. Penjelasan mengenai rincian pendapatan, potongan, serta beban pengeluaran anggota dewan diharapkan dapat memberikan perspektif yang lebih objektif.

Namun demikian, masyarakat tetap menuntut agar kebijakan anggaran, khususnya terkait tunjangan pejabat, dilakukan secara proporsional dan berpihak pada kepentingan rakyat