Ramai Seruan Stop Bayar Pajak, Ketua Komisi XI DPR Misbhakun: Kalau Tidak Bayar, Siapa yang Gaji Buruh dan Dosen
- instagram @mmisbakhun
Ketua Komisi XI DPR Misbhakun menanggapi seruan Stop Bayar Pajak. Ia menegaskan pajak adalah kewajiban warga negara untuk kemaslahatan bersama
Viva, Banyumas - Gelombang demonstrasi dan protes besar-besaran yang belakangan terjadi di sejumlah daerah di Indonesia turut memunculkan seruan kontroversial di media sosial: "Stop Bayar Pajak".
Seruan itu mencuat sebagai bentuk kekecewaan terhadap kebijakan fiskal pemerintah dan rencana kenaikan tunjangan anggota DPR.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbhakun, menegaskan bahwa pajak tetap harus dibayar karena merupakan kewajiban setiap warga negara. Menurutnya, ajakan untuk berhenti membayar pajak justru berpotensi menimbulkan masalah baru di masyarakat.
“Pajak harus dibayar, dong. Itu kan kewajiban kita kepada negara,” ujar Misbhakun di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2025) kepada awak media.
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, keberlangsungan banyak sektor kehidupan masyarakat sangat bergantung pada penerimaan pajak negara. Mulai dari pembayaran gaji buruh, dosen, hingga tunjangan sekolah dan pembangunan infrastruktur, semuanya bersumber dari pajak yang dibayarkan rakyat.
“Kalau pajak tidak dibayar, bagaimana negara bisa menjalankan kewajiban kepada rakyatnya? Gaji pegawai, perbaikan jalan, subsidi pendidikan, semua dari pajak,” tegasnya.
Misbhakun menyayangkan adanya seruan untuk tidak taat pajak hanya karena kekecewaan terhadap kebijakan tertentu.
Menurutnya, ketidakpuasan memang sah disuarakan melalui jalur konstitusional, seperti menyampaikan aspirasi melalui perwakilan rakyat atau mekanisme hukum. Namun, menyerukan boikot pajak justru bisa berimbas negatif terhadap keberlangsungan layanan publik.
“Protes boleh, menyuarakan kritik sah, tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan masyarakat luas. Pajak itu untuk kita semua, bukan hanya untuk pejabat,” ujarnya.
Di sisi lain, ia mengakui bahwa pemerintah dan DPR memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola uang rakyat secara transparan dan adil.
Menurutnya, kritik masyarakat terhadap kebijakan fiskal harus dijadikan bahan evaluasi, agar pengelolaan anggaran negara semakin akuntabel dan berkeadilan.
“Justru di sini DPR dan pemerintah diuji. Bagaimana kita bisa membuktikan bahwa pajak benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya segelintir orang,” tutup Misbhakun.
Seruan “Stop Bayar Pajak” masih ramai bergema di berbagai lini media sosial, namun pemerintah dan DPR diharapkan bisa memberikan penjelasan dan transparansi yang lebih kuat agar kepercayaan publik tetap terjaga