6 Kebijakan Kontroversial yang Memicu Demo Besar-Besaran di Nepal hingga Jatuhnya Pemerintahan KP Sharma Oli

Ilustrasi demonstrasi
Sumber :
  • Freepik

VIVA, BanyumasNepal tengah diguncang gelombang demonstrasi besar-besaran yang dipimpin generasi muda. Ribuan orang turun ke jalan menuntut perubahan, sementara pemerintah berada dalam tekanan hebat hingga akhirnya Perdana Menteri KP Sharma Oli memilih mundur. Protes ini tidak muncul tiba-tiba, melainkan hasil akumulasi berbagai kebijakan dan persoalan yang dianggap merugikan rakyat. Berikut enam hal utama yang menjadi pemicu kemarahan publik di Nepal.

Layanan Lapor Cepat MBG Wonosobo: Pemerintah Siap Dengar Suara Anda Catat Nomor WA Nya

1. Larangan Media Sosial

Salah satu pemicu langsung demonstrasi adalah keputusan pemerintah memblokir 26 platform media sosial populer, termasuk Facebook, YouTube, WhatsApp, hingga X. Alasan resmi pemerintah adalah untuk mencegah penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan konten ilegal. Namun, masyarakat menganggap kebijakan ini sebagai bentuk penyensoran dan pembungkaman kebebasan berpendapat.

Rp531 Juta! Bongkaran Gedung Pemkot Pekalongan yang Hancur Akibat Demo Siap Dilelang, Siapa Berminat

2. Korupsi dan Nepotisme

Rasa frustrasi masyarakat terhadap korupsi sudah lama menumpuk. Elit politik dianggap hanya memperjuangkan kepentingan pribadi dan keluarganya. Fenomena “nepo babies”, di mana posisi penting diwariskan pada kerabat, menambah ketidakpuasan publik.

Menkeu Purbaya Sindir Pihak Kritik Kebijakan Cukai Rokok 2026 : Jangan Omong Saja Kalau Bisa Ciptakan Lapangan Kerja

3. Krisis Ekonomi dan Pengangguran

Kondisi ekonomi Nepal stagnan dengan pengangguran tinggi, terutama di kalangan anak muda. Banyak lulusan perguruan tinggi kesulitan mendapatkan pekerjaan, sementara biaya hidup terus meningkat. Ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja menjadi salah satu alasan kuat mengapa generasi muda turun ke jalan.

4. Regulasi Digital yang Represif

Selain pemblokiran, pemerintah memberlakukan aturan baru yang mewajibkan platform digital untuk mendaftar dan menunjuk perwakilan resmi di Nepal. Kebijakan ini dipandang sebagai bentuk pengawasan berlebihan terhadap aktivitas online masyarakat, menambah kesan bahwa pemerintah ingin mengontrol ruang publik digital.

5. Represi Aparat terhadap Demonstran

Alih-alih meredam ketegangan, aparat keamanan menggunakan kekerasan dalam menangani aksi protes. Gas air mata, peluru karet, hingga tembakan senjata api menewaskan sedikitnya 19 orang. Tindakan represif ini semakin memicu kemarahan publik dan memperbesar skala demonstrasi.

6. Hilangnya Kepercayaan terhadap Kepemimpinan

Gabungan dari semua faktor di atas membuat rakyat kehilangan kepercayaan terhadap Perdana Menteri KP Sharma Oli. Ia dianggap gagal membawa perubahan dan justru semakin memperdalam krisis kepercayaan politik. Akhirnya, di tengah gelombang protes yang meluas, Oli mengundurkan diri.

Demonstrasi di Nepal menunjukkan bahwa generasi muda semakin berani menyuarakan haknya, terutama terkait kebebasan berekspresi, keadilan ekonomi, dan transparansi politik. Enam hal di atas menjadi bukti bahwa ketika pemerintah gagal mendengar suara rakyat, protes besar-besaran tidak dapat dihindari.