165 Posisi Komisaris BUMN Diisi Politisi, Kader Gerindra Capai Hampir 50 Persen
- instagram @kementerianbumn
Dari 562 komisaris BUMN, 165 diisi politisi, dengan dominasi kader Gerindra 48,6%. Evaluasi independensi dan transparansi menjadi sorotan publik
Viva, Banyumas - Transparansi pengisian posisi komisaris BUMN kembali menjadi sorotan publik setelah Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan bahwa dari total 562 kursi, sebanyak 165 posisi diisi politisi.
Data tersebut menunjukkan adanya keterlibatan kader partai dan relawan politik dalam struktur pengawasan perusahaan milik negara. Dari 165 kursi yang diduduki politisi, 104 orang merupakan kader partai, sedangkan 61 lainnya merupakan relawan politik. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa Partai Gerindra mendominasi dengan 48,6 persen kursi, diikuti Demokrat 9,2 persen, Golkar 8,3 persen, dan partai-partai lain dengan porsi lebih kecil.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi komisaris BUMN dalam menjalankan fungsi pengawasan dan tata kelola perusahaan. Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan tanggapan terkait temuan tersebut.
Ia menyatakan bahwa menurut pengetahuan internal partai, jumlah kader yang dijadikan komisaris tidak terlalu banyak. Dikutip dari akun Instagram @moodkalbar, Dasco mengatakan Setahunya kader partai yang dijadikan komisaris tidak terlalu banyak, tapi akan di cek lagi kevalidan informasi yang disampaikan TII.
Menurut para pakar tata kelola BUMN, keberadaan politisi di posisi komisaris memang sah secara regulasi. Namun, penting untuk memastikan bahwa penempatan tersebut tidak mengganggu independensi pengawasan. Komisaris seharusnya berfokus pada penerapan prinsip good corporate governance (GCG), termasuk pengawasan kinerja direksi dan perlindungan kepentingan publik. Keterlibatan politisi dalam BUMN bisa membawa keuntungan, misalnya mempermudah koordinasi kebijakan pemerintah.
Namun, jika terlalu banyak politisi mendominasi struktur komisaris, risiko konflik kepentingan dan politisasi kebijakan perusahaan meningkat. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan strategis, termasuk investasi, pengembangan sumber daya manusia, dan efisiensi operasional. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga integritas BUMN.