Demo Berujung Duka, Mahasiswa AMIKOM Yogyakarta Tewas Usai Diduga Alami Kekerasan Tubunya Penuh Luka Lebam
- instagram @amikomjogja
Mahasiswa AMIKOM Yogyakarta, RSP (21), meninggal usai demo dengan tubuh penuh lebam. Keluarga menyebut ada bekas gas air mata dan jejak kekerasan
Viva, Banyumas - Tragedi duka menyelimuti dunia akademik Yogyakarta setelah seorang mahasiswa Universitas AMIKOM, berinisial RSP (21), meninggal dunia pada Minggu (31/8) pagi di RSUP Dr Sardjito. Kepergiannya menimbulkan tanda tanya besar karena keluarga menyebut tubuh almarhum penuh lebam, terdapat bekas gas air mata, serta jejak injakan sepatu.
Kabar meninggalnya RSP memicu keprihatinan luas, baik dari kalangan keluarga, civitas akademika, maupun masyarakat. Ayah korban, Yoyon, mengungkapkan bahwa keluarganya menemukan kondisi fisik sang anak yang tidak wajar.
Meski begitu, pihak keluarga tidak melaporkan kejadian tersebut ke aparat hukum maupun meminta dilakukan otopsi. Menurut Yoyon, peristiwa ini seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak, khususnya terkait cara pengamanan demonstrasi. Ia berharap aksi-aksi mahasiswa bisa berjalan damai, tanpa harus menelan korban jiwa.
"Demo itu seharusnya damai, jadi pengamanan pun harus jelas dan humanis," ujarnya dikutip dari tvonenews. Dari pihak kampus, Wakil Rektor 3 Bidang Kemahasiswaan Universitas AMIKOM, Ahmad Fauzi, menyampaikan rasa duka mendalam.
Ia menegaskan, pihak kampus sangat berduka dan prihatin dengan kejadian yang menimpa salah satu mahasiswanya.
“Kenapa harus merenggut nyawa? Padahal seharusnya ini tidak perlu terjadi,” kata Fauzi. Kematian RSP kembali membuka diskusi mengenai keamanan dalam demonstrasi mahasiswa di Indonesia.
Beberapa peristiwa sebelumnya menunjukkan bahwa bentrokan antara aparat dan massa kerap berujung kekerasan. Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan hak berekspresi mahasiswa harus dijamin, tanpa adanya intimidasi atau tindakan berlebihan.
Selain itu, isu penggunaan gas air mata dalam pengendalian massa juga kembali diperdebatkan. Para pemerhati HAM menilai penggunaan alat tersebut perlu dikaji ulang karena berpotensi menimbulkan dampak serius pada kesehatan, bahkan berujung fatal.
Meski pihak keluarga memilih tidak membawa kasus ini ke ranah hukum, publik tetap mendorong agar ada transparansi dan investigasi independen demi menemukan kebenaran.
Kematian RSP bukan hanya tragedi bagi keluarga, tetapi juga tamparan keras bagi dunia pendidikan dan demokrasi di Indonesia.
Ke depan, harapan besar muncul agar aparat dan pihak terkait lebih mengedepankan pendekatan persuasif dalam pengamanan aksi.
Sementara itu, komunitas mahasiswa di berbagai kampus di Yogyakarta telah menyuarakan solidaritas, mendoakan almarhum, sekaligus menyerukan agar tragedi serupa tidak terulang.
Tragedi ini menjadi catatan kelam bahwa perjuangan di jalanan tidak boleh lagi menelan korban jiwa. Suara mahasiswa seharusnya didengar, bukan dipatahkan dengan kekerasan