Tak Terima Istri Dioperasi, Dosen Unissula Ngamuk dan Ancam Bakar RS di Semarang Kasusnya Dilaporkan ke Polda Jateng
- Pexel @pixabay
Dosen Unissula diduga aniaya dokter anestesi RSI Sultan Agung karena istri tak bisa melahirkan normal. Ia bahkan ancam bakar rumah sakit, kasus kini dilaporkan ke Polda Jateng
Viva, Banyumas - Kasus dugaan penganiayaan terhadap dokter anestesi di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang menyita perhatian publik. Peristiwa ini melibatkan seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) yang diduga melakukan kekerasan terhadap dokter bernama Astra.
Kejadian bermula ketika istri dosen tersebut menjalani persalinan di RSI Sultan Agung. Sang dosen diduga memaksa agar istrinya melahirkan secara normal. Namun, berdasarkan pertimbangan medis, dokter mengambil keputusan berbeda demi keselamatan pasien.
Ketidakpuasan inilah yang kemudian memicu kemarahan hingga terjadi keributan di rumah sakit. Dalam sebuah video yang beredar di media sosial, terlihat pria yang disebut sebagai dosen Unissula meluapkan emosi kepada dokter Astra.
Bahkan, ia mengancam akan membakar rumah sakit karena tidak terima dengan keputusan medis yang telah diambil tim dokter. Video itu kemudian viral dan menimbulkan gelombang kecaman dari masyarakat.
Dikutip dari antara, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Tengah, dr. Telogo Wismo Agung Dumanto, menyatakan keprihatinannya atas insiden tersebut. Menurutnya, tindakan kekerasan terhadap tenaga medis tidak bisa ditoleransi.
IDI Jateng, bersama IDI Cabang Semarang, memberikan pendampingan hukum kepada dokter Astra yang menjadi korban. Laporan resmi telah dimasukkan ke Polda Jawa Tengah pada Jumat (12/9). Wismo menegaskan bahwa peran dokter anestesi maupun tenaga medis lain dalam proses persalinan sudah mengikuti standar prosedur.
Oleh karena itu, tidak sepatutnya terjadi intimidasi apalagi ancaman fisik dari pihak keluarga pasien. Ia juga menyesalkan sikap pelaku yang notabene seorang akademisi dan seharusnya memberikan teladan baik kepada masyarakat maupun mahasiswa.
Kasus ini menambah deretan peristiwa kekerasan yang dialami tenaga medis di Indonesia. Padahal, mereka bekerja untuk keselamatan pasien dan dilindungi undang-undang. Organisasi profesi kedokteran berharap aparat kepolisian segera memproses kasus ini secara transparan, sehingga ada efek jera dan perlindungan lebih bagi tenaga kesehatan.
Hingga kini, pihak rumah sakit belum memberikan pernyataan resmi terkait ancaman pembakaran yang dilontarkan pelaku. Namun, masyarakat luas menuntut agar kasus ini diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya edukasi kesehatan bagi masyarakat agar memahami risiko medis dalam setiap tindakan. Selain itu, perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan mutlak diperlukan agar insiden serupa tidak kembali terulang